Maksimalkan Idle Cash VS Meminimalkan Cost of Fund
Fungsi Perbendaharaan Negara Indonesia telah berkembang dengan sangat baik semenjak penerapan Treasury Single Account pada tahun 2009.
Saat ini kas negara telah terpusat pada satu entitas yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) sehingga pemanfaatan kas secara strategis sangat dimungkinkan.
Seiring dengan perubahan visi manajemen kas dari pasif menjadi aktif, pada tahun 2015 DJPBN telah mengimplementasikan Treasury Dealing Room (TDR) dan membawa paradigma manajemen kas aktif ke level yang lebih tinggi.
Sesuai Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, pada tanggal 29 Februari 2016 lalu TDR melaksanakan penempatan idle cash pertama pada bank umum.
Ini adalah tonggak sejarah keuangan negara yang baru dan patut dibanggakan oleh segenap insan Kementerian Keuangan.
Sebagai Manajer Kas Pemerintah, ini menunjukkan upaya yang konsisten dari Kementerian Keuangan c.q. DJPBN untuk memastikan bahwa tidak ada uang pemerintah yang menganggur (idle) dan setiap rupiah harus menerima imbal hasil yang layak.
Namun, tantangan baru muncul seiring situasi makroekonomi yang berubah dengan sangat cepat. Sebagai Manajer Kas Pemerintah, tugas penting selain memaksimalkan imbal hasil atas idle cash pemerintah adalah untuk meminimalkan cost of fund.
Hal ini penting karena dua alasan: pertama, tidak seperti sektor swasta, fokus pemerintah bukanlah untuk meraih keuntungan setinggi-tingginya; dan kedua, cost of fund yang ditunjukkan oleh tingkat imbal hasil dari Surat Perbendaharaan Negara akan senantiasa lebih tinggi daripada imbal hasil idle cash yang berpatokan pada BI Rate, atau dalam Memorandum of Understanding antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Tahun 2009 senilai 65% dari BI Rate.
Oleh karena itu, pertimbangan penting dalam pengelolaan kas negara bagi Manajer Kas Pemerintah adalah: Dapatkah imbal hasil dari idle cash mengkompensasi cost of fund pemerintah?
Pertimbangan Manajer Kas Pemerintah perlu mencermati perkembangan perbandingan antara BI rate, imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara (cost of fund), imbal hasil idle cash serta gap antara cost of fund dan imbal hasil idle cash. BI Rate telah turun dari 7,5% ke 7% di tahun 2015. Sebagai contoh umum dari kebijakan moneter ekspansif (pro-growth), ini adalah berita baik untuk investor dan konsumen.
Bagi pemerintah, penurunan BI rate akan mengurangi efekcrowding out dari pengeluaran pemerintah karena sektor swasta yang diuntungkan oleh penurunan BI rate akan memasuki pasar.
Di pihak lain, spread antara BI rate dengan imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara akan lebih lebar.
Imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara paling rendah saat ini adalah 8% dengan demikian ada gap yang makin lebar antara return idle cash (65% x BI Rate) dengan imbal hasil SPN.
Dengan kata lain, cost of fund yang tinggi dari upaya pembiayaan sementara imbal hasil untuk penempatan idle cash akan menjadi lebih rendah karena dasar untuk perhitungan imbal hasilnya atau BI rate telah turun.
Dalam sistem perbendaharaan negara yang pengelolaan kas dan utangnya telah terintegrasi seperti pada unit Australian Office of Financial Management(AOFM) di Australia, ini akan menjadi waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menggunakan idle cash untuk melakukan buyback SUN untuk meminimalkancost of fund karena gap antara cost of fund dan imbal hasil idle cash yang makin melebar.
Untuk membangun perspektif mengenai hal tersebut, bayangkan Manajer Keuangan dan Manajer Utang Pemerintah sebagai dua mata yang harus terbuka pada waktu yang sama.
Jika kita hanya melihat dengan satu mata, kita akan memiliki blind spot.
Untuk manajer kas blind spot-nya adalah cost of fund sedangkan untuk manajer utang blind spot-nya adalah jumlah idle cash.
Memahami keterbatasan ini dalam sistem treasury Indoneisia saat ini, yang unit manajemen kas-nya terpisah dari unit pengelolaan utang, akan mendorong kita untuk memahami mengapa pada tahun 2018 DJPBN perlu untuk bergabung dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Terlepas keterbatasan yang ada, satu hal yang pasti adalah DJPBN telah bergerak maju lebih jauh menuju manajemen kas aktif dan menunjukkan integritas mereka sebagai Manajer Kas Pemerintah yang menjamin efisiensi dalam pengelolaan uang rakyat.
Hal ini menunjukkan bahwa DJPBN telah bergerak lebih dekat kepada visi mereka sebagai bendahara negara unggul kelas dunia.
Saat ini kas negara telah terpusat pada satu entitas yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) sehingga pemanfaatan kas secara strategis sangat dimungkinkan.
Seiring dengan perubahan visi manajemen kas dari pasif menjadi aktif, pada tahun 2015 DJPBN telah mengimplementasikan Treasury Dealing Room (TDR) dan membawa paradigma manajemen kas aktif ke level yang lebih tinggi.
Sesuai Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, pada tanggal 29 Februari 2016 lalu TDR melaksanakan penempatan idle cash pertama pada bank umum.
Ini adalah tonggak sejarah keuangan negara yang baru dan patut dibanggakan oleh segenap insan Kementerian Keuangan.
Sebagai Manajer Kas Pemerintah, ini menunjukkan upaya yang konsisten dari Kementerian Keuangan c.q. DJPBN untuk memastikan bahwa tidak ada uang pemerintah yang menganggur (idle) dan setiap rupiah harus menerima imbal hasil yang layak.
Namun, tantangan baru muncul seiring situasi makroekonomi yang berubah dengan sangat cepat. Sebagai Manajer Kas Pemerintah, tugas penting selain memaksimalkan imbal hasil atas idle cash pemerintah adalah untuk meminimalkan cost of fund.
Hal ini penting karena dua alasan: pertama, tidak seperti sektor swasta, fokus pemerintah bukanlah untuk meraih keuntungan setinggi-tingginya; dan kedua, cost of fund yang ditunjukkan oleh tingkat imbal hasil dari Surat Perbendaharaan Negara akan senantiasa lebih tinggi daripada imbal hasil idle cash yang berpatokan pada BI Rate, atau dalam Memorandum of Understanding antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Tahun 2009 senilai 65% dari BI Rate.
Oleh karena itu, pertimbangan penting dalam pengelolaan kas negara bagi Manajer Kas Pemerintah adalah: Dapatkah imbal hasil dari idle cash mengkompensasi cost of fund pemerintah?
Pertimbangan Manajer Kas Pemerintah perlu mencermati perkembangan perbandingan antara BI rate, imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara (cost of fund), imbal hasil idle cash serta gap antara cost of fund dan imbal hasil idle cash. BI Rate telah turun dari 7,5% ke 7% di tahun 2015. Sebagai contoh umum dari kebijakan moneter ekspansif (pro-growth), ini adalah berita baik untuk investor dan konsumen.
Bagi pemerintah, penurunan BI rate akan mengurangi efekcrowding out dari pengeluaran pemerintah karena sektor swasta yang diuntungkan oleh penurunan BI rate akan memasuki pasar.
Di pihak lain, spread antara BI rate dengan imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara akan lebih lebar.
Imbal hasil Surat Perbendaharaan Negara paling rendah saat ini adalah 8% dengan demikian ada gap yang makin lebar antara return idle cash (65% x BI Rate) dengan imbal hasil SPN.
Dengan kata lain, cost of fund yang tinggi dari upaya pembiayaan sementara imbal hasil untuk penempatan idle cash akan menjadi lebih rendah karena dasar untuk perhitungan imbal hasilnya atau BI rate telah turun.
Dalam sistem perbendaharaan negara yang pengelolaan kas dan utangnya telah terintegrasi seperti pada unit Australian Office of Financial Management(AOFM) di Australia, ini akan menjadi waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menggunakan idle cash untuk melakukan buyback SUN untuk meminimalkancost of fund karena gap antara cost of fund dan imbal hasil idle cash yang makin melebar.
Untuk membangun perspektif mengenai hal tersebut, bayangkan Manajer Keuangan dan Manajer Utang Pemerintah sebagai dua mata yang harus terbuka pada waktu yang sama.
Jika kita hanya melihat dengan satu mata, kita akan memiliki blind spot.
Untuk manajer kas blind spot-nya adalah cost of fund sedangkan untuk manajer utang blind spot-nya adalah jumlah idle cash.
Memahami keterbatasan ini dalam sistem treasury Indoneisia saat ini, yang unit manajemen kas-nya terpisah dari unit pengelolaan utang, akan mendorong kita untuk memahami mengapa pada tahun 2018 DJPBN perlu untuk bergabung dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
Terlepas keterbatasan yang ada, satu hal yang pasti adalah DJPBN telah bergerak maju lebih jauh menuju manajemen kas aktif dan menunjukkan integritas mereka sebagai Manajer Kas Pemerintah yang menjamin efisiensi dalam pengelolaan uang rakyat.
Hal ini menunjukkan bahwa DJPBN telah bergerak lebih dekat kepada visi mereka sebagai bendahara negara unggul kelas dunia.